81 Persen Usaha Hiburan Nunggak Pajak, Tapi Masih Dijamu: Wajah Asli Penegakan Hukum di Merangin?

KABARUPDATE.ID, Merangin – Jika ada yang masih bertanya kenapa pedagang kaki lima (PKL) ditertibkan tanpa kompromi, sementara usaha hiburan justru dijamu di rumah dinas Bupati Merangin, maka jawabannya mulai terang, ternyata 81,52 persen pelaku usaha hiburan adalah penunggak pajak. Ironisnya, mereka tetap dijamu bak tamu kehormatan!

Pada malam Selasa (29/7), hanya sehari setelah monitoring evaluasi (Monev) dilakukan oleh camat dan tim, aktivitas hiburan malam justru kian menggila. Lampu gemerlap, musik menggelegar, dan pelanggan ramai. Seolah tak pernah ada demo berjilid-jilid, tak pernah ada MoU penertiban, dan tak pernah ada ketegasan dari pemerintah.

“Jadi Monev itu cuma formalitas? MoU itu cuma kertas kosong? Kapan ditertibkannya?” sindir Yanto, warga Bangko, pada Rabu (30/7).

Baca Juga: Hiburan Malam di Jalur Dua Tidak Digusur, Alasan “Atas Nama Kemanusiaan”!

Tak pelak, publik kembali murka. Sebab di sisi lain, PKL yang tiap hari bayar retribusi malah digusur tanpa solusi. Sementara pengusaha hiburan yang menunggak pajak, justru dimanja. Bahkan dari 92 pelaku usaha hiburan yang diundang coffe morning oleh bupati, hanya 17 yang tercatat bayar pajak alias cuma 29 persen saja yang taat aturan. Selebihnya? Bebas bergentayangan tanpa sumbangsih jelas ke kas daerah.

“Kalau PKL dibilang tak punya izin, tapi mereka setor retribusi harian. Hiburan malam ini izin ada, pajak nol besar,” sentil salah satu PKL yang geram dengan ketimpangan perlakuan.

Sekretaris BPPRD Merangin, Ahmad Khoirrudin, bahkan mengakui secara terbuka, dari 27 usaha hiburan yang terdata resmi, hanya 17 yang membayar pajak. Dan yang lebih mengejutkan, dari total 92 pemilik izin hiburan, sekitar 70 persen tak terdaftar sebagai wajib pajak!

Lebih tragis lagi, total sumbangsih semua hiburan malam ke PAD hanya Rp 35 juta per tahun. Angka yang tak masuk akal mengingat maraknya aktivitas di lapangan. Apakah BPPRD kecolongan? Atau sengaja membiarkan?

“Kita pakai azas kepercayaan. Mereka melaporkan pendapatan sendiri, lalu kita ambil 40 persen,” ujar Akhoi santai, seolah tak menyadari bahwa ‘kepercayaan’ semacam itu bisa berujung kebocoran miliaran rupiah PAD.

Lalu, bagaimana dengan ancaman Bupati Merangin M Syukur yang katanya akan mencabut izin usaha yang bandel? Faktanya, 64 persen pelaku usaha hiburan tak datang ke jamuan bupati. Apakah mereka yang abai itu akan benar-benar ditindak?

Jika benar bupati berani menutup usaha yang tak patuh, maka seharusnya 64 persen hiburan sudah tutup hari ini. Tapi kenyataan di lapangan justru sebaliknya, hiburan malam tetap berjaya, PKL tetap terpinggirkan.

Kini publik menanti. Apakah pemerintah berani membongkar ‘kemewahan’ para penunggak pajak yang justru diundang jamuan di rumah dinas? Ataukah ini hanya episode lain dari standar ganda kekuasaan yang makin hari makin menelanjangi dirinya sendiri?

Baca Juga: Usai Coffee Morning dengan Pengusaha Hiburan, Waka DPRD Dorong Pertemuan Bupati dengan PKL

Jika PKL dianggap tak tertib karena tak punya izin, maka hiburan malam yang punya izin tapi tak bayar pajak lebih layak disebut “legal tapi ilegal.”

reporter: Rhomadan Cerbitakasa

Tinggalkan Balasan