Opini Tentang Kronologi Hukum dalam Kasus Kekerasan terhadap Demonstran Penolak UU TNI di Kota Malang

23 Views

Penulis : Wahyu Trio Saputra, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Negeri Jambi

Sosiologi hukum memandang hukum sebagai produk sosial yang tidak berdiri netral, melainkan dipengaruhi oleh relasi kekuasaan, struktur politik, dan kondisi masyarakat. Dalam kerangka ini, peristiwa kekerasan terhadap demonstran penolak Undang-Undang TNI di Kota Malang pada 23 Maret 2025 dapat dipahami sebagai refleksi ketegangan antara negara dan warga negara dalam praktik demokrasi. Kekerasan yang dialami demonstran, jurnalis, dan tim medis menunjukkan adanya persoalan serius dalam penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.

Demonstrasi merupakan bentuk partisipasi politik warga negara yang dijamin dalam sistem demokrasi. Melalui aksi unjuk rasa, masyarakat menyampaikan aspirasi, kritik, dan penolakan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan publik. Dalam perspektif sosiologi hukum, demonstrasi adalah mekanisme sosial yang sah untuk menyalurkan konflik secara damai. Namun, respons aparat yang represif dalam kasus Malang justru menunjukkan bagaimana hukum dapat berfungsi secara menyimpang dari tujuan idealnya.

Kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran mencerminkan penggunaan hukum sebagai alat kekuasaan. Aparat negara, dengan legitimasi hukum yang dimilikinya, cenderung menafsirkan ketertiban umum secara sempit dan mengabaikan hak kebebasan berpendapat. Dalam praktiknya, hukum tidak lagi menjadi instrumen perlindungan, tetapi berubah menjadi sarana pembenaran tindakan represif. Sosiologi hukum menilai kondisi ini sebagai bentuk ketidakadilan struktural, di mana negara berada pada posisi dominan dan masyarakat ditempatkan sebagai pihak yang harus dikendalikan.

Kasus ini juga menegaskan bahwa hukum sering kali tidak bekerja secara objektif. Penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik yang ingin mempertahankan stabilitas kekuasaan dan kebijakan yang sedang dijalankan. Penolakan terhadap UU TNI dipandang sebagai ancaman, sehingga aparat meresponsnya dengan kekerasan. Dalam konteks ini, hukum berfungsi menjaga status quo, bukan melindungi hak-hak sipil masyarakat. Hal ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menjunjung supremasi hukum dan keadilan.

Kekerasan terhadap jurnalis dan tim medis memperparah persoalan penegakan hukum dalam peristiwa ini. Jurnalis memiliki peran penting sebagai penyampai informasi kepada publik, sementara tim medis menjalankan tugas kemanusiaan untuk menolong korban. Tindakan kekerasan terhadap kedua profesi tersebut menunjukkan adanya pembatasan serius terhadap kebebasan pers dan nilai kemanusiaan. Dalam perspektif sosiologi hukum, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai bentuk kriminalisasi terhadap fungsi sosial yang seharusnya dilindungi negara.

Negara, melalui aparatnya, memiliki kewajiban untuk menjamin kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia. Namun, peristiwa di Malang memperlihatkan kegagalan negara dalam menjalankan kewajiban tersebut. Kekerasan yang terjadi menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas aparat penegak hukum. Sosiologi hukum memandang kegagalan ini sebagai indikasi bahwa hukum belum sepenuhnya berpihak pada kepentingan masyarakat, melainkan masih didominasi oleh kepentingan kekuasaan.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, diperlukan rekonstruksi hukum yang berorientasi pada keadilan sosial. Rekonstruksi ini mencakup perubahan cara pandang dalam penegakan hukum, dari pendekatan represif menuju pendekatan yang menghormati hak asasi manusia. Hukum harus ditempatkan sebagai sarana penyelesaian konflik sosial secara adil, bukan sebagai alat penindasan. Penegakan hukum yang adil mensyaratkan adanya pembatasan kekuasaan aparat serta penguatan perlindungan terhadap warga negara.

Selain itu, penting untuk menumbuhkan kesadaran hukum baik di kalangan aparat maupun masyarakat. Aparat penegak hukum perlu memahami bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak konstitusional yang harus dihormati. Sementara itu, masyarakat perlu terus mengawal proses demokrasi agar hukum tidak disalahgunakan oleh kekuasaan. Dalam perspektif sosiologi hukum, hubungan yang seimbang antara negara dan masyarakat merupakan prasyarat terciptanya keadilan.

Kesimpulan, kekerasan terhadap demonstran penolak UU TNI di Kota Malang menunjukkan bahwa hukum dalam praktik masih rentan digunakan sebagai alat kekuasaan. Peristiwa ini menegaskan pentingnya pendekatan sosiologi hukum untuk mengkritisi penegakan hukum yang tidak adil. Hukum seharusnya berfungsi melindungi hak asasi manusia, menjamin kebebasan berpendapat, dan menciptakan keadilan sosial. Tanpa pembenahan serius, hukum berpotensi terus menjadi instrumen represif yang menjauh dari cita-cita negara hukum demokratis.

Tinggalkan Balasan