[INVESTIGASI] Jejak Kabur Keadilan: SP3 Ganda dan Bukti yang Ditolak di Polsek Muara Bulian

KABARUPDATE.ID, Muara Bulian – Di sebuah sudut Batanghari, tepatnya di Polsek Muara Bulian, sebuah pertanyaan menggantung tajam di udara: apakah hukum masih bisa dipercaya ketika penyelidikan kasus dihentikan tanpa alasan yang jelas, bukti ditolak, dan surat penghentian perkara diterbitkan dua kali dalam dua minggu?

Seorang warga, yang identitasnya kami rahasiakan demi keamanan, melaporkan dugaan tindak pidana pada Mei 2023. Harapannya sederhana: keadilan. Namun, perjalanan kasus tersebut justru mengarah pada sebuah teka-teki panjang penuh keganjilan.

Delapan Bulan, Bukti Ditolak

MENURUT penuturan korban, selama hampir delapan bulan lamanya, bukti baru atau novum yang diajukannya tidak pernah diterima oleh penyidik. Padahal bukti tersebut, menurutnya, sangat relevan untuk memperkuat laporan yang telah dibuat.

“Saya bolak-balik menyerahkan bukti tambahan, tapi selalu ditolak. Penyidik bilang tidak perlu, padahal saya tahu bukti itu penting,” ungkap korban kepada tim investigasi kami.

Anehnya, bukti itu baru diterima setelah adanya surat berita acara koordinasi dari Polres Batanghari. Pertanyaannya: mengapa perlu tekanan dari tingkat atas agar bukti bisa diproses?

SP3 Ganda: Satu Kasus, Dua Surat Penghentian

MASALAH tak berhenti di sana. Korban juga menunjukkan dua dokumen Surat Ketetapan Penghentian Penyelidikan (SP3) dengan tanggal yang hanya berselisih 12 hari: 3 Oktober 2024 dan 15 Oktober 2024. Fakta ini membuka babak baru dalam misteri penanganan kasusnya.

“Kenapa ada dua SP3 untuk satu kasus? Ini bukan perkara administrasi biasa. Ini soal akuntabilitas penegakan hukum,” tegas korban.

Kanit Reskrim Polsek Muara Bulian saat dikonfirmasi membenarkan bahwa dua SP3 memang diterbitkan. Namun, tidak ada penjelasan rinci soal alasan dan dasar hukumnya.

Dokumen SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) yang diterima korban pada 7 Juli 2025, hanya menyebut bahwa perkara dihentikan karena “tidak terbukti sebagai peristiwa pidana.” Tapi tidak ada uraian soal bagaimana penyidik sampai pada kesimpulan itu. Tidak ada rekonstruksi, tidak ada pemanggilan ulang saksi, tidak ada gelar perkara yang melibatkan korban.

Transparansi yang Absen

KORBAN menilai bahwa tidak ada transparansi dalam penanganan kasusnya. Tidak ada upaya menjelaskan dasar hukum yang memadai. Yang ada hanyalah SP3 yang datang tiba-tiba, lalu ditumpuk dengan SP3 berikutnya dua minggu kemudian.

“Saya bukan sekadar mencari menang. Saya mencari kejelasan. Saya ingin tahu mengapa laporan saya dianggap tidak layak diproses. Tapi yang saya terima hanyalah surat, tanpa penjelasan,” katanya.

Dalam sistem hukum pidana Indonesia, penghentian penyelidikan seharusnya dilakukan dengan dasar hukum yang kuat dan disertai penjelasan rinci kepada pelapor. Penolakan bukti, apalagi yang relevan, dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi — atau bahkan pengabaian kewenangan hukum.

Dimana Supervisi?

FAKTA bahwa bukti baru hanya diterima setelah campur tangan Polres Batanghari menunjukkan adanya masalah struktural dalam proses penyelidikan. Apakah ini kasus isolasi atau pola yang berulang? Belum jelas. Namun jika supervisi dari tingkat atas diperlukan untuk proses dasar seperti menerima bukti, maka publik berhak waspada.

Pakar hukum pidana dari Jambi, yang kami hubungi secara terpisah, menyebutkan bahwa SP3 ganda sangat tidak lazim dan bisa menjadi indikasi kekacauan administratif — atau lebih buruk, manipulasi penanganan perkara.

“Dua SP3 dalam satu perkara menandakan ketidakkonsistenan. Harus diperiksa apakah ada tekanan eksternal atau kegagalan internal dalam proses penyidikan,” jelasnya.

Menanti Jawaban, Menagih Keadilan

KINI korban hanya ingin satu hal: jawaban. Ia berharap ada audit independen terhadap penanganan kasusnya dan desakan dari publik agar institusi kepolisian menjalankan tugasnya secara profesional.

Kasus ini tidak hanya soal satu orang. Ini tentang kepercayaan publik terhadap hukum. Bila penyelidikan bisa dihentikan diam-diam, bukti ditolak, dan prosedur diabaikan, siapa yang bisa merasa aman dalam sistem ini?

Sampai hari ini, pihak Polsek Muara Bulian belum memberikan klarifikasi resmi atas SP3 ganda dan penolakan bukti baru. Sementara itu, korban masih berdiri di luar gerbang keadilan — menunggu pintu yang entah kapan akan dibuka.

reporter: Ahmad Tullah

Tinggalkan Balasan