Bangko, kabarupdate.id – Aroma tak sedap menyeruak dari program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) atau yang populer disebut bedah rumah di Kabupaten Merangin tahun 2025 ini. Di balik janji mulia pemerintah untuk membantu warga miskin memperbaiki tempat tinggalnya, muncul dugaan pungutan liar yang membuat warga penerima manfaat menjerit.
Baca Juga: Audit BPK Bongkar Kelebihan Bayar Rp92 Juta di Dinas Kesehatan Merangin
Mengutip jurnalone.com, sedikitnya 200 penerima bantuan bedah rumah di Merangin diduga dimintai uang sebesar Rp300 ribu per orang oleh oknum pendamping program. Alasannya, uang itu untuk “biaya pembuatan proposal”. Jika ditotal, jumlahnya tak main-main, mencapai lebih dari Rp50 juta!
Pengakuan datang langsung dari salah satu penerima bantuan yang akrab disapa Bujang. Ia mengaku didatangi pendamping yang menyampaikan bahwa dirinya mendapat bantuan bedah rumah, namun dengan syarat harus menyetor uang terlebih dahulu.
“Ado pendamping bedah rumah yang datang, katanya sayo dapat bantuan, tapi harus bayar Rp300 ribu dulu, alasan nak muat proposal,” ungkap Bujang dengan nada kesal, Selasa (28/10).
Karena rumahnya sudah nyaris roboh dan bantuan itu sangat dinantikan, Bujang mengaku terpaksa meminjam uang ke tetangganya demi memenuhi permintaan tersebut.
Baca Juga: Anggota DPD RI Elviana Disorot FKDM: Dapur MBG-nya Dinilai Tak Layak di Rumah Subsidi
Baca Juga: Dari Salah Jalan ke Salah Kabar: Wabup Khafid Jadi Korban Klaim Dapur MBG Elviana?
Baca Juga: Program Bergizi, Tapi Minim Etika: Dapur MBG Elviana Tak Pernah Lapor Desa
“Mau dak mau di kasih, dari pada dak jadi dapat bedah rumah. Terpakso kami minjam uang ke tetangga, kerno kami sekeluarga makan pun susah,” tambahnya lirih.
Isu pungli ini kini jadi buah bibir di tengah masyarakat. Banyak pihak mendesak agar kejaksaan turun tangan menyelidiki dugaan pemotongan liar yang menyasar keluarga pra-sejahtera tersebut.
Sementara itu, Koordinator BSPS Kabupaten Merangin, Agim, saat dikonfirmasi media ini via WhatsApp, tidak membantah sepenuhnya adanya permintaan uang di lapangan. Namun ia berkilah bahwa uang itu bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kebutuhan administrasi.
“Kami sama sekali tidak meminta uang. Tapi kami butuh materai, kertas, map besar, tempat print, scan, dan fotocopy sebagai kebutuhan pembuatan semua laporan BSPS,” ujar Agim berdalih.
Baca Juga: Bawaslu Merangin Gelar Fasilitasi Penguatan Kelembagaan: Dorong Evaluasi Demokrasi Pasca Pemilu
Meski begitu, alasan tersebut dianggap tak masuk akal oleh sejumlah warga. Sebab, menurut mereka, biaya administrasi seharusnya ditanggung oleh pihak pelaksana program, bukan dibebankan kepada penerima bantuan yang sudah hidup susah.
Kini, desakan masyarakat agar Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi segera turun tangan semakin kuat. Jika dugaan pungli itu benar, maka oknum pelaku bisa dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan pemerasan terhadap penerima bantuan negara.
Baca Juga: Telan Dana 11 M, Penanganan Jalan Simpang Tengkorak & Pulau Rengas Diduga Tidak Sesuai Spesifikasi
Program bantuan untuk rakyat miskin seharusnya membawa harapan, bukan menambah beban. Namun di Merangin, bantuan yang seharusnya menegakkan martabat justru berpotensi menelanjangi wajah keadilan sosial yang tercabik oleh pungli kecil-kecilan tapi terstruktur.
reporter: Rhomadan Cerbitakasa












