Penulis : Bima Raskiwinanda, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Negeri Jambi
Kasus penghentian operasional tiga perusahaan di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Tapanuli Selatan, pada tahun 2025 merupakan peristiwa penting yang memperlihatkan keterkaitan erat antara hukum, lingkungan, dan masyarakat. Perusahaan yang dihentikan operasionalnya PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) dinilai berkontribusi terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan tersebut mencerminkan upaya negara dalam menegakkan hukum lingkungan dan melindungi kepentingan publik.
Dalam perspektif sosiologi hukum, hukum lingkungan tidak hanya berfungsi sebagai seperangkat aturan normatif, tetapi juga sebagai instrumen pengendalian sosial. Hukum berperan mengatur hubungan antara kepentingan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Aktivitas industri di kawasan hulu DAS Batang Toru menunjukkan adanya ketegangan antara orientasi pembangunan ekonomi dan perlindungan ekosistem. Kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur energi berdampak langsung pada masyarakat sekitar, khususnya kelompok rentan seperti petani dan warga miskin yang bergantung pada kelestarian alam untuk kehidupan sehari-hari.
Opini ini menyoroti adanya ketimpangan sosial dalam penerapan hukum. Perusahaan-perusahaan besar memiliki kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan, sehingga sering kali berada pada posisi dominan dalam relasi dengan masyarakat dan bahkan negara. Dalam banyak kasus, hukum cenderung lebih mengakomodasi kepentingan korporasi dibandingkan kepentingan masyarakat terdampak. Dari sudut pandang sosiologi hukum, kondisi ini menunjukkan bahwa hukum tidak selalu netral, melainkan dapat dipengaruhi oleh relasi kuasa yang timpang. Akibatnya, keadilan substantif bagi masyarakat sering kali terabaikan.
Penghentian operasional perusahaan oleh pemerintah dipandang sebagai langkah progresif dalam penegakan hukum lingkungan. Tindakan ini menunjukkan bahwa negara berupaya menjalankan fungsi pengawasan dan tidak sepenuhnya tunduk pada kepentingan ekonomi. Namun demikian, sosiologi hukum menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak boleh berhenti sebagai tindakan administratif sementara. Penghentian operasional seharusnya menjadi pintu masuk bagi evaluasi menyeluruh terhadap sistem perizinan, kepatuhan perusahaan terhadap standar lingkungan, serta efektivitas pengawasan negara.
Selain itu, opini ini menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan hukum lingkungan. Partisipasi publik merupakan elemen utama dalam menciptakan kebijakan yang adil dan responsif. Masyarakat sekitar DAS Batang Toru memiliki pengetahuan dan pengalaman langsung mengenai dampak aktivitas industri terhadap lingkungan mereka. Oleh karena itu, pelibatan masyarakat dalam proses perumusan kebijakan dan pengawasan sangat penting agar hukum tidak hanya berpihak pada kepentingan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial.
Penegakan hukum yang adil dan konsisten menjadi kunci dalam menghadapi krisis lingkungan. Hukum tidak hanya berfungsi untuk menegakkan aturan, tetapi juga untuk melindungi hak-hak masyarakat dan mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut. Penegakan hukum yang lemah terhadap pelanggaran lingkungan berpotensi memperparah ketidakadilan sosial dan memperkuat dominasi korporasi. Oleh karena itu, negara harus bersikap tegas, transparan, dan akuntabel dalam menindak pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha, tanpa memandang besar kecilnya kekuatan ekonomi mereka.
Sebagai kesimpulan, kasus penghentian operasional perusahaan di DAS Batang Toru menunjukkan pentingnya pendekatan sosiologi hukum dalam memahami dinamika hukum lingkungan. Hukum harus berfungsi sebagai alat untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat. Keputusan penghentian operasional merupakan langkah awal yang tepat, tetapi harus diikuti dengan evaluasi mendalam, pelibatan aktif masyarakat, serta komitmen kuat terhadap prinsip keberlanjutan. Dengan demikian, hukum dapat benar-benar berperan sebagai instrumen keadilan sosial dan perlindungan lingkungan hidup bagi generasi sekarang dan mendatang.






