KABARUPDATE.ID, Merangin – Aroma ketidakadilan makin menyengat dari tubuh PT Agrindo Indah Persada (AIP). Setelah kisruh harga Tandan Buah Segar (TBS) pecah di Desa Tambang Baru, Kecamatan Tabir Lintas, kini giliran Forum Bersama Peduli Merangin (FBPM) angkat suara. Nada tajam dan penuh kegeraman dilontarkan ke salah satu anak perusahaan Wilmar Group itu.
FBPM menampar keras tingkah laku PT AIP yang dianggap membeli harga sawit petani dengan semena-mena. Di bawah standar, di bawah harapan, dan di bawah kemanusiaan.
“AIP itu bukan perusahaan kemarin sore. Tapi kelakuannya kok kayak tengkulak pasar gelap!” ujar Roni, Koordinator FBPM.
FBPM menyebutkan bahwa banyak perusahaan sawit di Merangin berjalan normal, harga TBS dari petani dibayar wajar, dan hubungan mitra cukup stabil. Tapi tidak dengan PT AIP.
“AIP harus jaga brand! Ini bukan perusahaan baru lahir. Petani sudah lima tahun menunggu bakal buah, lalu ketika panen, dihargai seperti sampah? Di mana hati nuraninya?” semprot Roni.
Kritik ini bukan sekadar soal harga. FBPM mencium potensi bahaya yang lebih besar, yakni konflik sosial. Jika AIP terus mengelak dan melempar alasan soal ‘mutu buah’ untuk menekan harga petani, maka percikan api konflik bisa menyambar ke mana-mana.
Petani Seperti Diperdaya, Pemerintah Diam?
MESKIPUN Wakil Bupati Merangin A Khafid sempat memediasi, FBPM menilai penyelesaian ini belum menyentuh akar masalah, yaitu manajemen internal AIP yang buruk dan tidak transparan.
“Check and balance tidak jalan! Petani tidak tahu apa-apa, tapi terus dirugikan. Harusnya perusahaan dan petani saling untung, ini malah sepihak!” ujar Roni.
Ancaman Sosial Jika AIP Tidak Berbenah
FBPM menegaskan, jika PT AIP tidak segera memperbaiki tata kelola, membuka data, dan memperlakukan petani sebagai mitra sejajar, maka gesekan akan makin besar.
“Hari ini hanya ribut soal harga, besok bisa soal lahan, limbah, atau perizinan. Kalau konflik sosial pecah, siapa yang tanggung jawab?” tutup Roni.
FBPM Desak 4 Hal kepada PT AIP:
1. Audit total manajemen perusahaan, termasuk transparansi laporan.
2. Revisi sistem kemitraan dengan cara petani harus dilibatkan, bukan dijadikan korban.
3. Buka data harga secara publik, jangan main sembunyi.
4. Libatkan pihak independen dan masyarakat sipil dalam proses evaluasi.
—
Catatan Redaksi:
Kami terbuka untuk hak jawab PT AIP. Tapi yang lebih penting sekarang bukalah mata dan hati. Karena harga diri petani jauh lebih berharga dari angka di laporan keuangan.
reporter: Rhomadan Cerbitakasa